Sabtu, 14 Februari 2009

















Dengan Sholat Jiwa dan hati kita menjadi tenang !

Marialah kita Shalat lima waktu sebagaimana ditegaskan dalam Al-quran pencegah dari perbuatan munkar. Tetapi kadang-kadang masih ditemukan, tidak ada hubungan yang linear antara shalat dengan perbuatan seorang pribadi muslim. Shalat jadi hal yang formal dan terpisah dengan pekerjaan sehari-hari. Semua itu adalah berkaitan dengan kesungguhan. memperlihatkan secara nyata, sesuatu yang dilakukan secara sungguh-sungguh akan dapat dipastikan berhasil. Seperti seorang ibu, yang bercita-cita setiap shalatnya untuk dapat pergi haji, setelah ditinggal suaminya. Siang bekerja keras mengumpul uang, malam dengan khusuk ia shalat tahajud. Nah! di sini berlaku sunatullah. Dimana hukum alam, hukum akal, berada pada dalam lingkup sunatullah tersebut. Misalnya, seseorang yang tekun belajar, menghapal, secara rutin, akibat yang paling rasional adalah ia akan dapat menghadapi dengan baik ujian semesteran. Berbeda dengan cara berpikir, berdoa waktu malam ujian, tetapi tidak menghapal sepanjang malam, atau kalau pun menghapal, sudah tidak mampu lagi otaknya menangkap dengan kapasitas hapalan yang dipaksakan. Alhasil, ujian semester pun gagal.
Buku ini hendak menyatakan spritualitas memiliki peran yang penting dalam kehidupan. Tanpa spritualitas, maka sesuatunya sangat-sangat keropos. Walau sebenarnya, logika sudah amat kuat menyatakan sesuatu itu tidak keropos. Karena memang, dalam dunia terdapat substansi dari kenyataan-kenyataan. Dipaparkan secara baik dan menarik, bagaimana hubungan yang linear antara kebahagiaan hidup dan kekayaan yang didapat. Ada kecerdasan spritualitas dan intelektualitas yang terpadu dalam diri seseorang. Dimana, ketenangan jiwa akan membuat cara berpikir cerdas lahir.
Hal ini dapat ditegaskan, muslim yang belum memperdalam dengan ilmu untuk beribadah akan sangat berbahaya. Karena beribadah ikut-ikutan. Kata bijak disebutkan, beribadah tanpa ilmu seumpama berjalan dalam gelap, berilmu tak beribadah, mubazir, seumpama pohon tak berbuah.

1 komentar:

  1. Terimakasih. Pikiran dan pemahaman kita sama soal ibadah yang harus linear dengan perilaku hidup sehari-hari. Kalau tidak, maka ibadah kita itu kosong melompong. Artinya, ibadah tidak semata-mata sebagai pelaksanaan perintah Allah sebagai kebenaran ekstrinsik, tetapi lebih-lebih lagi untuk fungsionalisasi dalam kehidupan sebagai kebenaran intrinsik. Salam, Shofwan Karim

    BalasHapus